AIK ENGKANG
Pada
zaman dahulu kala hiduplah sepasang suami istri. mereka adalah orang perantau
dari seberang .Mereka tinggal di kebun yang tidak jauh dari Desa Jelutung II. Sang
suami terkenal dengan ilmu sepahit lidahnya. Mata pencaharian mereka adalah
berkebun lada, seperti kehidupan orang-orang Jelutung II lainnya. Selain berkebun
lada mereka juga menjadi buruh harian, seperti mencari junjung*), merumput dan
lainnya.
Perkawinan mereka belum dikarunia anak,
walaupun usia perkawinan mereka masuk tahun keempat, namun mereka tidak putus
asa dan siang malam terus berdoa agar dapat dikarunia anak. Jika upahan tidak ada mereka mengerjakan miliknya sendiri.
Mereka juga menanam berbagai jenis sayur seperti ubi kayu, ubi jalar dan cabe.
Pada
suatu hari, sang istri mengatakan sesuatu kepada sang suami.
“Bang, aku sudah
dua bulan tidak datang bulan, mungkin aku hamil”, kata sang istri. Mendengar
kata sang istri tadi, suaminya merasa sangat bahagia. Mulai saat itu apapun
yang diminta istrinya diturutinya. Semenjak itu pula istrinya tidak lagi diajak
untuk bekerja baik ditempat orang maupun di kebun sendiri.
Hari
demi hari, minggu demi minggu bahkan bulan demi bulan tidak terasa sang istri sudah masuk hamil
bulan ke-9.
“ Pak , aku sudah hamil
sembilan bulan berarti tidak lama lagi aku akan melahirkan”, kata sang
istri.
Ya Dik, kamu tidak usah jalan jauh-jauh dan mengangkat
yang berat-berat”, kata suaminya.
“Kamu juga tidak usah banyak pikiran”, lanjut suaminya.
“Ya, terima kasih, kakak sangat baik “, kata sang istri.
Sang suami semakin
sayang dengan istrinya, dan makin tak sabar lagi untuk menimang anaknya.
Sang
suami tak lagi pergi bekerja jauh-jauh, dia tidak tega meninggalkan istrinya
sendirian di rumah apalagi sudah hamil tua. Sang suami hanya bekerja di sekitar
rumah mereka, membersihkan rumput dan mengumpulkan kayu bakar.
Tepatnya
9 bulan 10 hari istrinya memanggil sang suaminya.
“Kak, perutku terasa sakit sekali “, kata sang istri.
“Mungkin kamu mau melahirkan “, kata sang suami.
Ya, aku akan mengambil dukunnya di kampung, kamu
tenang-tenang saja di rumah”, kata sang suami sambil pergi meninggalkan
pondoknya.
Suaminya pun melangkah menuju kampung dengan berjalan
kaki mengikuti jalan setapak. Kurang lebih setengan jam sang suami sudah sampai
di rumah bersama seorang dukun beranak. Maklum jaman itu belum ada bidang desa
seperti sekarang. Suaminya dan dukun langsung masuk rumah dan menemui istrinya
yang sedang berbaring di pondok. Dik, aku sudah sampai, ini bibinya akan membantumu”,
kata sang suami.
Bik dukun lalu menuju kamar.
“Memang benar”,
kata bibi dukun , bahwa istrinya mau
melahirkan. Sang suami membantu proses kelahiran istrinya. Keringat sang suami
bercucuran menetes dari atas dahinya. Sesekali dia berkata. Kuatkan tenagamu. Tidak berapa lama terdengar tangis sang bayi
dari kamar tidur mereka yang berukuran 2 x 3 meter itu.
“Wah anakmu
laki-laki”, kata bibi dukun. Sambil memperlihatkan sang bayi kepada sang suami.
“Alhamdulillah
akhirnya aku sudah dikarunia anak”, kata sang suami.
Sang suami sibuk mencari air dan ramuan tradisional
seperti daun untuk mandi sang istri dan bayinya. Kata bibi dukun,” daunan ini
berguna agar bau amis darah hilang”.
“ Hari sudah larut malam, bibi kuantar besok pagi saja ya”,
kata sang suami.
“O, ya tidak
apa-apa”, kata bibi dukun.
Seperti biasa sang suami ditemani bibi pergi kekali
mencuci bekas malahirkan tadi malam. Sang suami menanan kakak yang tidak jauh
dari pondok kebunnya.
Setelah selesai
memcuci dan membereskan keperluan sang sitrinya, sang suami mengantar bibi
dukun pulang ke kampung. Sesampai di rumah bibi sambil menyerahkan uang kepada
bibi dukun, sang suami pamit pulang.
“Terima kasih ya bik sudah membantu istriku”, kata sang
suami sambil salaman.
“Ya, hati-hati,
kalau ada apa-apa panggil saya”, kata bik dukun.
Sebelum pulang ke kebun, sang suami menuju toko, dia
hendak membeli keperluan sehari-hari seperti beras, gula, kopi dan lain-lainya.
“Wah gembira sekali hari ini”, sapa pemilik toko.
“Ya Yuk, istri semalam sudah melahirkan”, kata sang
suami.
“Anaknya laki-laki atau perempuan?”, tanya pemilik toko.
“Laki-laki Yuk”, jawab sang suami.
“ Belanjaan saya berapa, Yuk’, tanya sang suami.
“ Lima ribu rupiah “, jawab pemilik toko.
“ Saya pulang dulu ya Yuk “, kata sang suami.
Sang
suami tak sabar lagi mau cepat-cepat sampai rumah mau melihat anaknya.
“Dik,dik... bagaimana keadaanmu”, seru sang suami dari
kejauhan.
“Saya baik-baik saja kak”, jawab sang istri.
“Syukurlah, anak kita baik-baik juga ya !”, seru sang
suami.
Sang suami langsung masuk ke rumah menuju kamar di mana
temat sang istri dan anaknya berbaring.
“ Kalau mau perlu apa saja, panggil saya ya, dik “, kata
sang sumaninya.
“Kamu harus hati-hati dan jangan banyak bergerak”, pesan
sang suami.
“ Ya kak” , jawab istrinya.
Kedua orangtuanya sangat sayang sekali dengan bayinya.
Sang istri merawat dengan baik dan penuh kasih sayang. Jarang sekali terdengar
bayi menangis.
Sepanjang
hari sang istrinya merawat anaknya. Wajarlah bayinya gemuk dan sehat. Tidak
terasa anaknya sekarang sudah berumur 1 tahun. Karena sudah berusia 1 tahun,
sekarang istrinya sesekali membantu suaminya. Terutama memasak dan mencuci.
Selama ini memasak dan mencuci suaminya yang membantu.
Pada
suatu hari pulang dari bekerja. Sang istrinya menyuruh suaminya menjaga
anaknya, karena sang istri mau mencuci di kali. Tugas ini sudah rutin
dikerjakan oleh ayahnya. Saat itu anaknya sedng tidur di ayunan di dalam kamar
tidur. Banyak sekali cucian yang dibawa sang istri.
“Saya ke kali dulu ya, kak”, kata sang istri.
“ Ya, hati-hati dan jangan lama-lama nanti anak kita mau
makan” , sahut sang suami.
Karena banyak cucian hari itu, anaknya terbangun sebelum
emaknya selesai mencuci. Anaknya manangis dan lalu diangkat sang ayahnya.
“ Diam sayang, emakmua sedang mencuci” , kata ayah.
Sambil mengambil susu yang sudah disiapkan ibu tidak jauh dari tempat tidur
anaknya. Setelah diberikan susunya anaknya diam, lalu menangis lagi. Entah
mengapa hari itu sang ayah marah, mungkin capek lalu dia berkata emakmu tidak
pulang lagi dari kali mungkin sudah menjadi batu.
Karena penasaran akhirnya suaminya sambil menggendong
anaknya pergi menyusul istrinya yang sedang mencuci. Namun betapa herannnya
setelah sampai di kali sang istrinya tidak kelihatan. Yang ada disekitar itu
hanya pakaian cuciannya. Dan semakin heran di kali belum pernah dia melihat
batu. Namun sekarang ada batu. Sang suami menangis dan menyasali karena dia mengatakan yang
seharusnya tidak boleh keluar dari mulutnya. Karena dia memiliki ilmu sepahit
lidah apa yang dikatakan saat emosi akan terkabul. Yaitu kata mungkin emakmu
jadi batu. Saat itu pula sang istrinya berubah menjadi batu. Namun apa hendak
dikata nasi telah menjadi bubur. Istrinya yang disayangi kini sudah berbah
menjadi batu. Sekarang kali itu di apit oleh dua batu. Sebelah kiri dan kanan.
Batu itulah konon berasal dari sang istri . batunya membuka seperti posisinya
orang sedang mencuci. Maka sampai sekarang kali itu disebut dengan aik
engkang*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar